Wednesday, November 16, 2011

10 Kesalahan Orang tua Dalam Mendidik Anak

Judul asli : 10 most Common Mistake Good Parents Make : And How to Avoid Them

Penulis : Kevin Steede,Ph.D

Tentang Penulis

Beliau seorang psikolog klinis senior spesialis perilaku anak dan remaja. Tidak diragukan lagi, beragam contoh kasus dalam tulisannya adalah permasalahan-permasalahan yang beliau tangani sendiri. Beliau bekerja di Dallas Psycotheraphy Group, Texas, Amerika serikat. Hampir seluruh kliennya merasa terpuaskan di bawah asistensi beliau dalam menangai kasus.

Kesalahan 1 : Menanam “Ranjau Mental”

Ranjau Mental Pertama : Harus Menjadi yang terbaik dalam segala hal

Kebanyakan orang tua ingin mendorong buah hatinya untuk melakukan hal yang terbaik dalam hidup ini. Orang tua ingin anak-anak mereka bebas menggali bakat dan minat yang dimilikinya. Kendati bertujuan baik para orang tua bias saja tanpa sengaja mengirimkan pesan-pesan yang sebanarnya tidak ditujukan kepada buah hatinya.

Ada garis tipis yang memisahkan antara memotivasi anak-anak untuk melakukan yang terbaik bagi dirinya dengan memupuk keyakinan yang salah bahwa “anak harus menjadi yang terbaik dalam segala hal”. Perangkap atau ranjau mental ini tertanam pada saat kita mendorong anak-anak ke dalam aktivitas yang kurang diminati anak. Ranjau mental ini akan tertanam ke dalam benak buah hati setiap kali kita menerima hasil yang kurang memuaskan dari aktivitas yang mereka lakukan.

Apabila ranjau mental menjadi suatu keyakinan dalam diri anak menyebabkan rasa percaya diri anak mengalami erosi yang sangat drastis. Sangat tidak mungkin bagi seorang anak untuk menjadi yang terbaik dalam segala hal. Anak yang merasa tidak menjadi yang terbaik dengan segera akan meyakini bahwa ia telah mengecewakan orang tua dan diri sendiri. Beberapa orang dewasa yang telah tertanam ranjau ini pada saat masa kanak-kanaknya sering menjadi mudah marah atau depresi ketika merasa tidak mampu memenuhi apa yang diharapkan oleh orang lain.

Untuk menghindari efek dari ranjau mental ini, anak-anak perlu diperkenalkan dengan berbagai aktivitas dan didorong untuk mengeksplorasi lebih jauh minat mereka. Mereka perlu mengerti bahwa setiap orang memiliki minat dan kemampuan yang berbeda. Selain itu, juga memiliki kombinasi antara kekuaran dan kelemahan yang unik pada setiap manusia.

Contoh kasus :

Seorang ibu membawa kedua putranya ke kantor saya. Ibu ini berfikir mungin telah terjadi sesuatu yang ‘salah’ terjadi pada mereka. Putra ibu yang berumur 8 tahun memiliki ukuran tubuh yang relative kecil. Menurut ibu tersebut anak itu tidak menunjukan minat pada olah raga, tetapi lebih memilih menghabiskan waktu di depat computer. Sepertinya, ia memiliki bakat di bidang IT. Sementara adik perempuannya lebih menyukai bidang atletik dan menjauhkan diri dari bidang keperempuanan.

Orang tua anak-anak tersebut telah menghabiskan banyak waktu dan energi untuk memaksa putra mereka ke dalam kegiatan olah raga dan mendorong putri mereka agar keluar dari aktivitas yang disenanginya. Hasilnya, dua anak tersebut merasa harga diri mereka jatuh ketika tidak berhasil dalam aktivitas pilihan orang tua mereka. Saya menganjurkan agar sang ibu membiarkan anak-anaknya menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang diminatinya dan sesuai dengan bakat mereka.

Beberapa tahun kemudian, ibu kedua anak tersebut menelepon saya. Ibu tersebut menceritakan bahwa putrinya menjadi juara lomba atletik tingkat pelajar di kotanya, sedangkan putranya baru-baru ini berhasil membuat suatu program game PC dan sudah dikontrak oleh sebuah perusahaan IT yang cukup besar untuk didistribusikan. Sungguh mengharukan.

Nilai moral yang bisa dipetik dari kisah di atas adalah anak-anak semestinya didorong untuk menggali minat mereka sendiri, bukan minat yang diharapkan oleh orang tua. Walaupun kita bisa memetik keuntungan besar yang akan diperoleh dengan memberi dorongan kepada anak untuk memilih bakatnya, tetapi masih banyak orang tua yang masih memaksa anak-anaknya untuk menggeluti suatu bidang yang nyata-nyata tidak diminati oleh anak-anaknya. Biasanya, orang tua yang demikian hanya melihat suatu ‘kesuksesan’ belaka, baik kesuksesan pada dirinya atau orang lain. Mereka ingin melihat kesuksessan seperti itu pada diri anak, walaupun dengan cara memaksakannya. Atau orang tua seperti ini karena kurang sempurna di suatu bidang sehingga memaksa anaknya agar mengimbang ikekurangan itu. Orang tua dengan motivasi yang baik justru akan memperkaya hidup mereka dengan berpartisipasi dan menikmati hal-hal yang diminati oleh anak-anaknya.

No comments:

Post a Comment