Tuesday, November 1, 2016

KEWAJIBAN MENYAMPAIKAN PERINGATAN




فَذَكِّرْ إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَى * سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَخْشَى * وَيَتَجَنَّبُهَا الْأَشْقَى * الَّذِي يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَى * ثُمَّ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلَا يَحْيَى

“Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran,  dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya (yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka) kemudian Dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup” (QS. Al-A’laa : 9-13)

Ayat ini memerintahkan Rasulullah saw. untuk menyampaikan peringatan kepada manusia. Respon mereka pun terbagi menjadi dua: yang menerima dan yang menolak. Respon itu pun menentukan nasib mereka.

Tafsir Ayat
فَذَكِّرْ إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَى


(Oleh sebab itu sampaikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat).

Menurut az-Zuhaili (Az-Zuhaili, Tafsîr al-Munîr) kata at-tadzkîr bermakna mengingatkan manusia pada sesuatu yang sebelumnya telah diketahui, lalu dilupakan. Kata ini bisa juga tidak mengingatkan dari perkara yang terlupakan, namun berguna untuk melanggengkan ingatan. Masih menurut az-Zuhaili, yang dimaksud ayat ini adalah menyampaikan peringatan dan nasihat dengan al-Quran. 


Imam al-Qurthubi juga berkata, “Nasihatilah kaummu dengan al-Quran, wahai Muhammad. (Al -Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur‘ân,) 

In nafa’ati adz-dzikrâ (jika peringatan itu bermanfaat)Secara lahiriah, ayat ini memberikan pemahaman bahwa seolah-olah peringatan itu hanya diperintahkan apabila dapat memberikan manfaat. Jika tidak, maka peringatan itu tidak perlu diberikan. Pemahaman tersebut tentu tidak benar. Dikatakan al-Jurjani, memberikan peringatan itu wajib sekalipun tidak memberikan manfaat (Asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr). Kesimpulan tersebut amat tepat mengingat  Rasulullah saw. adalah rasul untuk manusia (lihat QS Saba’ [34]: 28, al-A’raf [7]: 158).

Menurut Ibn Katsir, dari ayat ini dapat diambil adab dalam menyebarkan ilmu; bahwa ilmu tidak diberikan kepada orang yang tidak memiliki kelayakan. Ini sebagaimana dikatakan Amirul Mukminin Ali ra.:

ما أنت بمحدِّث قوما حديثا لا تبلغه عقولهم إلا كان فتنة لبعضهم

Tidaklah kamu berbicara dengan suatu kaum tentang sesuatu yang tidak dapat dijangkau akal mereka, kecuali menjadi fitnah bagi sebagian mereka.” 

Beliau juga berkata:

حدث الناس بما يعرفون، أتحبون أن يكذب الله ورسوله؟!

“Berbicaralah dengan apa yang mereka ketahui. Apakah kamu menyukai Allah dan Rasul-Nya didustakan?” 


سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَخْشَى
(Orang yang takut [kepada Allah] akan mendapat pelajaran).

Menurut al-Asfahani ( Al-Mufradât Gharîb al-Qur‘ân), kata al-khasy-yâh berarti khawf (takut) yang disertai dengan ta’zhîm (sikap hormat dan memuliakan). Sikap tersebut kebanyakan didasarkan oleh pengetahuan tentang zat yang ditakuti tersebut. Oleh karena itu, sikap itu dikhususkan kepada ulama dalam firman-Nya:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama (QS Fathir [35]: 28)

Menurut Ibnu Katsir, man yakhsyâ dalam ayat ini berarti orang-orang yang takut kepada Allah dan meyakini perjumpaan dengan-Nya.

Al-Qurthubi juga menafsirkan kalimat ini sebagai orang yang bertakwa dan takut kepada Allah.

Dikatakan oleh az-Zamakhsyari ( dalam Al-Kasysyâf), orang yang takut kepada Allah dan buruknya akibat itu lalu mempertimbangkan dan memikirkannya. Pertimbangannya itu kemudian membimbing dia untuk mengikuti kebenaran.

وَيَتَجَنَّبُهَا الْأَشْقَى
(Orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya).

Dikatakan al-Alusi, Al-Asyqa adalah orang kafir yang terus dan tetap dalam pengingkarannya terhadap Hari Kiamat dan semacamnya. (dalam h al-Ma’ânî)

الَّذِي يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَى
([yaitu] orang yang akan memasuki api yang besar [neraka]).

Pengertian al-kubrâ di sini adalah al-‘azhîmah wa al-fazhî’ah (yang besar dan mengerikan). Dikatakan demikian karena panasnya lebih besar dan dahsyat daripada api dunia.

Menurut al-Hasan, an-nâr al-kubrâ adalah neraka akhirat. Adapun yang sughrâ (yang kecil) adalah neraka dunia. Sebagian mufassir mengatakan, semua neraka adalah neraka akhirat meskipun bertingkat-tingkat kerasnya. Ada neraka yang lebih besar daripada neraka lainnya. Dikatakan al-Farra’, al-kubrâ adalah tingkatan neraka yang paling bawah.

ثُمَّ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلَا يَحْيَى
(kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak [pula] hidup).

Di dalam neraka itu mereka tidak mati dan tidak hidup. Mereka tidak mati sehingga dapat beristirahat dari azab; juga tidak hidup dengan kehidupan yang memberi dirinya manfaat (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur‘ân)


No comments:

Post a Comment