Friday, December 22, 2017

MENGAPA TIDAK ADA ANTIBIOTIK BARU ?

Oleh : Ilman Silanas, Apt., M.Kes
Apoteker RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung


Antibiotik, “keajaiban” dunia medis dalam mengadapi infeksi bakteri. Sejak ditemukan tahun 1928 antibiotik telah menyelamatkan jutaan nyawa manusia. 97 tahun berlalu, dibalik cerita sukses, kini antibiotik mengadapi “era kegelapan”, Post Antibiotic Era.

Post Antibiotic Era adalah masa dimana penyakit infeksi yang mengancam jiwa tidak dapat diatasi karena antibiotik tidak lagi efektif disebabkan permasalahan resistensi. Pada masa ini tidak ada antibiotik  jenis baru yang lebih efektif, karena tidak ada lagi produsen yang mau melakukan penelitian dan pengembangan antibiotik baru.


Tren penggunaan antibiotik meningkat pada tahun 1940-1975, produsen pun bergairah untuk memproduksi antibiotik baru. Akan tetapi peningkatan penggunaan antibiotik yang cenderung over use  menyebabkan masalah resistensi. Antibiotik baru hanya bertahan kurang lebih 10 tahun dari sejak diedarkan ke pasar, malah ada yang hanya bertahan selama 2 tahun saja. Sebagai contoh Methicillin, pada tahun 1959 diedarkan untuk mengatasi infeksi Staphylococcus  aureus  yang telah resisten pada Penisilin, dua tahun kemudian, 1961, dilaporkan muncul nya bakteri MRSA (Methycillin Resistance Staphylococcus Aureus) . Levofloxacin lebih menyedihkan belum satu tahun sejak digunakan pada tahun 1996 sudah muncul resistensi pada bakteri Pneumococcus.



Produsen perlu berhitung terkait biaya penelitian, pengembangan dan produksi yang tidak tertutupi karena meningkatnya kejadian resistensi yang mengancam efikasi antibiotik yang dibuatnya. Prinsip penggunaan antibiotik sangat bertolak belakang dengan prinsip bisnis. Efektifitas antibiotik dapat terjaga bila kita tidak menggunakannya. Antibiotik kita sediakan pada kondisi yang sangat mendesak.

Outterson, dkk (2016)1 dalam jurnal yang ia terbitkan menuliskan “Model bisnis antibiotik yang bertumpu pada volume penjualan akan mendorong over use penggunaan antibiotik sehingga memunculkan resistensi”  

Lalu bagaimana kita mengatasi hambatan ini ? Outterson dkk (2016) merekomendasikan adanya pendapatan lain bagi produsen selain dari penjualan. “Perusahaan yang memproduksi antibiotik terbaru seharusnya menerima penghargaan setelah adanya persetujuan izin edar, ini tidak berhubungan dengan biaya sales tapi biaya Penelitian dan Pengembangan yang diinvestasikan dan potensi nilai terapi yang dihasilkan”

Bagaimana pun antibiotik adalah senjata yang bisa berbalik menyerang manusia secara tidak langsung. Penggunaan antibiotik yang tidak terkendali akan berdampak pada meningkatnya resistensi. Sekarang semuanya adalah pilihan kita apakah kita akan lebih cepat sampai para Post Antibiotic Era ataukah dapat mengambil tindakan untuk memperlambat datang nya musibah itu. It’s all our Choice .

1. Outterson. K, Gophinathan. U, et al (2016) Delinking Investment in Antibiotic Research and Development from Sales Revenues: The Challenges of Transforming a Promising Idea into Reality. https://doi.org/10.1371/journal.pmed.1002043, diakses 22 Desember 2017

No comments:

Post a Comment