Saturday, August 6, 2016

WANITA ANTARA RUMAH TANGGA DAN PEKERJAAN

Sambil menunggu berbuka puasa, istri menceritakan teman-teman nya yang mengalami kegalauan antar bekerja dan mengurus keluarga. Kegalauan ini melanda ibu muda yang memiliki anak balita.

Mereka bingung bukan karena suami tidak bekerja dan tidak bisa memberi nafkah. Kebanyakan adalah karena merasa sudah kuliah tinggi dan atau adanya  tuntutan orang tua yang ingin melihat anak wanita nya sukses berkarir. Alasan pun ditambah-tambah dengan kekhawatiran bila harta suami habis, atau suami tidak selamanya akan bekerja.

Di sisi lain mereka memiliki anak kecil yang lagi lucu-lucu nya dan butuh perhatian seorang ibu. Mereka pun paham bahwa anak perlu dididik dan diberi kasih sayang, dan pendidikan terbaik adalah dari orang tuanya. Ke khawatiran bila dititip pada pembantu selalu muncul karena melihat berita-berita penyiksaan anak oleh pembantu atau ada modus anak dijadikan pengemis dijalan. Selain itu deras nya informasi terkait penting nya parenting menambah kegelisahan  akan peran apa yang harus dijalankan.


Saya pun berusaha memahami kondisi yang dialami oleh ibu-ibu muda ini. Karena istri saya pun pernah mengalami masa-masa sulit untuk memutuskan melepaskan jabatan demi keluarga dan memprioritaskan waktu nya untuk menjadi Ibu Rumah Tangga.

Beberapa wanita memang memiliki keahlian yang sangat diperlukan masyarakat seperti keahlian sebagai bidan dan perawat yang memang diperlukan untuk melayani populasi wanita. Pada kondisi - kondisi tertentu memang memerlukan wanita sebagai pelayan publik.

Saya tidak ingin menganggap semua kondisi keluarga sama. Tiap keluarga pasti ada keunikan tertentu yang menjadikan pola laku tiap anggotanya beraneka ragam. Kadang saya menemukan istri yang harus bekerja keras bersama suami karena kondisi ekonomi mereka, kadang juga ditemukan istri yang memiliki pekerjaan  yang lebih baik dibanding suami, atau ada juga yang harus berjuang sendiri karena telah menjanda. Maka solusi nya pun tergantung pada kondisi yang dihadapi.

Akan tetapi bila suami telah bekerja dan memiliki penghasilan yang cukup untuk menafkahi anak dan istri, serta ada anak yang perlu diurus dan didik, maka cukup aneh bila ada istri yang tetap memutuskan keluar rumah dan  menggunakan waktu produktif nya untuk mencari uang. Pada kondisi  ini seorang istri dapat dikatakan meninggalkan kewajiban demi mengerjakan hal yang mubah.

Perlu diingat wahai muslimah. Bahwa amal kita didunia dibagi menjadi 5 kategori berdasarkan hukum syara, yaitu amal wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Maka setiap amal wajib, mau tidak mau, suka tidak suka harus terlaksana, sedangkan hal yang mubah silahkan lakukan yang disukai dan tinggalkan yang tidak disukai.

Wanita telah didesain oleh Allah swt untuk menjadi Ibu dan pengatur urusan  rumah tangga. Peran tersebut  kita dapati dalam hadits Rasulullah :

Wanita (istri) adalah penanggung jawab dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Maksud penanggung jawab adalah memiliki beban dalam mengatur urusan  rumah tangga dan mengurus anak. Banyak dari wanita yang kebingungan aktivitas apa yang harus ia lakukan di rumah. Terbayang oleh mereka aktivitas yang membosankan dan hanya berada dilingkungan sempit, tidak ada jenjang karir dan aktualisasi diri. Aktivitas monoton yang tidak menyenangkan.

Titik krusial nya adalah pemahaman tentang mengatur rumah tangga dan mengurus anak. Banyak dari wanita yang merasa sudah mengurus anak hanya dengan menjaga kesehatan, kebersihan, dan keamanan. Jadi bila anak sudah dimandikan, diberi makan dan dititip pada orang yang dapat dijamin keamanan nya maka tuntas semua peran nya sebagai ibu.

Kesalahan pemahaman  lain adalah ketika mereka menganggap bila rumah sudah bersih, makan sudah tersedia, baju sudah dicuci maka tunai sudah tugas nya. Maka tidak aneh bila mereka menganggap pekerjaan - pekerjaan  itu adalah sekedar tugas pembantu. Karena pemahaman mereka tentang pengurusan  rumah tangga hanya sebatas itu.

Pendidikan anak

Mendidik anak adalah tanggung jawab kedua orang tua. Akan tetapi karena ibu yang memiliki waktu interaksi yang lebih banyak dibanding ayah maka ibu harus mempersiapkan diri untuk menjadi pendidik awal bagi anak-anak nya.

Memang bisa saja seorang ibu mengirim anak nya ke lembaga pendidikan anak usia dini, akan tetapi Al-Abdary dalam kitab Madkhalusi asy-Syar’i asy-Syarif mengkritik para orang tua dan wali yang mengirimkan anak-anaknya ke sekolah pada usia kurang dari tujuh tahun. Ia mengatakan:“Dahulu para leluhur kita yang alim mengirimkan putera-puteranya ke Kuttab/sekolah tatkala mereka mencapai usia tujuh tahun. Sejak usia tersebut orang tua diharuskan mendidik anak-anaknya mengenal shalat dan akhlak yang mulia. Akan tetapi saat ini amat disesalkan bahwa anak-anak zaman sekarang menuntut ilmu pada usia yang masih rawan (4-5) tahun. Para pengajar hendaknya hati-hati mengajar anak-anak usia rawan ini, karena dapat melemahkan tubuh dan akal pikirannya”.

Apa saja yang harus diajarkan pada anak pada usia dini? Maka ada beberapa ilmu yang dapat disampaikan antara lain ilmu Islam/tsaqofah (mencakup materi aqidah, bahasa arab, Al-Qur’an, As-Sunnah, fiqh, siroh nabi dan sejarah kaum muslimin) dan membangun kemampuan keterampilan sainteks (kognitif, bahasa, motorik kasar, motorik halus, seni, kemandirian dan sosial emosional). Kegiatan tersebut dilakukan dengan metode pengajaran bermain sambil belajar melalui keteladanan, mendengar, mengucapkan, bercerita dan pembiasaan.

Bila dilihat dari ilmu-ilmu yang harus diajarkan maka dapat kita lihat betapa seorang ibu dan ayah harus menguasai terlebih dahulu ilmu-ilmu tersebut. Maka disinilah manfaat dari pendidikan yang ibu dan ayah dapatkan sebelum mereka menikah. Bila keduanya tidak menguasai ilmu tersebut maka mereka bisa mempelajari nya. Saya berfikir untuk ilmu-ilmu dasar keislaman pasti sudah dimiliki oleh orang tua, apalagi ditunjang dengan akses informasi yang sangat mudah.

Orang tua harus melakukan fungsi manajemen, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan. Hal ini penting dan merupakan pekerjaan yang memerlukan waktu yang luang. Maka menurut hemat saya seorang ibu yang memang berniat untuk serius dalam pendidikan anak akan berfikir berkali-kali untuk keluar rumah dengan maksud mencari uang.

Bagi yang masih bingung pola pendidikan apa yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu-waktu bersama si kecil, maka saya anjurkan untuk mempelajari pola pendidikan home schooling yang sudah tersebar luas di internet.
  
Pengaturan Rumah Tangga

Rumah tangga adalah institusi kecil yang sangat harus diatur, rumah tangga tanpa pengaturan sama saja seperti membiarkan perusahaan tanpa manajemen, akan porak poranda dan akhirnya bangkrut.

Dalam hal keuangan, istri diharapkan dapat mengatur sedemikian rupa nafkah yang diberikan oleh suami agar mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi jika penghasilan suami tidak seberapa besar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyusun daftar rencana pemasukan dan pengeluaran dalam satu bulan, dengan prioritas pengeluaran yang dianggap paling penting.

Dalam hal pemenuhan fungsi proteksi keluarga, seorang istri dapat mengkondisikan suasana rumah yang tenang, bersih dan tertata rapi agar menjadi tempat berlindung yang nyaman dan membuat betah para penghuninya. Rasulullah saw. memuji seorang istri yang pandai merapikan rumah dengan mengatakan, “Ia tidak memenuhi rumah kita dengan sarang burung.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Istri pun berperan dalam mewujudkan suasana rumah yang nyaman. Kepedulian dan kesabaran istri dalam menyikapi persoalan yang dihadapi anggota keluarga dapat menjadikan suami dan anak-anak ingin segera kembali ke rumah untuk menyampaikan setiap suka dan duka yang dihadapinya di luar rumah. Keluarga menjadi tempat yang paling aman dan menyenangkan secara fisik dan psikis bagi anggotanya untuk saling berbagi. Apalagi bagi anak-anak, sebab sangat riskan jika mereka mencari kenyamanan di tempat lain yang bisa jadi berbahaya bagi pergaulannya.

Dalam fungsi sosial keluarga istri berperang dalam mewujudkan interaksi positif dengan masyarakat. Keharmonisan dengan anggota masyarakat harus terus dijalin, sebagaimana keharmonisan antar anggota keluarga. Apalagi Allah Swt. telah menetapkan akhlak bertetangga, sebagaimana sabda Nabi saw. (yang artinya):

Hak tetangga adalah jika dia sakit, engkau mengunjunginya; jika dia wafat, engkau mengantarkan jenazahnya; jika dia membutuhkan uang, engkau meminjaminya; jika dia mengalami kemiskinan (kesukaran), engkau rahasiakan; jika dia memperoleh kebaikan, engkau ucapkan selamat kepadanya; dan jika dia mengalami musibah, engkau mendatanginya untuk menyampaikan rasa duka. Janganlah meninggikan bangunan rumahmu melebihi bangunan rumahnya sehingga menutup kelancaran angin baginya. Jangan kamu mengganggunya dengan bau periuk masakan kecuali kamu menciduk sebagian untuk diberikan kepadanya. (HR ath-Thabrani).

Suami dan istri sangat berperan dalam mewujudkan kasih sayang dan kehangatan di dalam keluarga merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam menciptakan keharmonisan di dalam rumah tangga. Rasulullah mengajarkan hal yang demikian. Beliau bersabda, sebagaimana penuturan Anas ra., “Wahai anakku, jika kalian masuk menemui istrimu, ucapkanlah salam. Salammu itu menjadi berkah bagimu dan bagi penghuni rumahmu.” (HR at-Tirmidzi).

Dalam hadis lain, Ummul Mukminin Aisyah ra. Berkata, “Rasulullah adalah orang yang paling lunak hatinya, mudah tersenyum dan tertawa.” (HR Ibnu Saad).

Sebaliknya, seorang istri juga perlu selalu menyambut suami dengan menampakkan wajah berseri-seri dan memakai wewangian. Ketika bercakap-cakap, buatlah suasana santai dengan mendahulukan kabar yang menyenangkan dan disertai senda gurau. Sikap demikian akan membawa kesegaran bagi keduanya setelah seharian bergelut dengan kegiatan masing-masing. Ketika ada hal yang kurang berkenan, carilah waktu, tempat dan cara yang tepat untuk menyampaikannya. Tunjukkan bahwa penegur tidak berarti lebih baik dari yang ditegur. Adapun caranya sangat bergantung pada sifat suami, apakah lebih tepat disampaikan dalam bahasa yang jelas dan lugas atau dengan bahasa sindiran. Yang jelas semua dimaksudkan untuk kebaikan, tidak untuk menjatuhkan dan menunjukkan kekurangannya. Kalaupun ada kelemahan suami yang agak sulit diubah, hiburlah diri, dengan mengingat kebaikannya yang banyak, sebagaimana sabda Nabi saw., “Janganlah seorang Mukmin (suami) membenci Mukminah (istri). Jika ia membenci satu bagian, pasti ada bagian lain yang menyenangkannya.” (HR Muslim).

Istri pun dapat mengatur jadwal rekreasi.  Rekreasi tidak identik dengan wisata yang mengeluarkan biaya mahal, tetapi cukup dengan berkumpul di tempat yang santai, bersenda gurau bersama dan melepaskan segala rutinitas yang melelahkan. Kegiatan ini juga bisa dilakukan di rumah, misal dengan berkebun, olahraga, menonton tayangan, bermain air, bahkan sambil mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci atau mengepel. Intinya kegiatan ini dilakukan oleh seluruh anggota keluarga dalam suasana yang santai dan menyenangkan. Sesekali bisa saja diselipkan cerita lucu dan bermain tebak-tebakan. Seorang istri harus pandai memanfaatkan waktu, meskipun singkat, guna mengkondisikan kegiatan seperti ini. Kesegaran yang didapatkan, sangat membantu semuanya untuk kembali beraktivitas rutin di hari berikutnya.

Hal yang tidak kalah pentingnya dalam keluarga adalah fungsi religius. Jika fungsi ini tidak terlaksana dengan baik, sebuah keluarga akan merasakan kegersangan batin, seberapapun tercukupi kebutuhan materi. Suasana ibadah dapat ditumbuhkan di tengah keluarga dengan terbiasa melakukan shalat berjamaah, tadarus bersama, shaum sunnah dan qiyamullail. Rasulullah saw. memuliakan suami istri yang terbiasa melakukan qiyamullail bersama, “Semoga Allah merahmati lelaki yang bangun malam, mengerjakan shalat dan membangunkan istrinya. Jika istrinya enggan bangun, ia memercikkan air di wajahnya. Semoga Allah merahmati seorang istri yang bangun malam, mengerjakan shalat dan membangunkan suaminya. Jika suaminya enggan, ia memercikkan air di wajahnya. (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).

Istri diberi kewenangan yang sangat besar oleh Allah SWT dalam mengatur ritme kehidupan keluarga. Hal ini tentu harus ditunjang dengan adanya peran serta suami dan anak-anak. 

Dari semua hal yang saya sampaikan hal yang paling berat adalah saat memulai dan membiasakan. Bila pola perkantoran telah memiliki ritme tersendiri dan kita tinggal mengikutinya, maka dalam urusan rumah tangga Istri lah yang menjadi pengatur, fungsi dan peran ini harus dihormati oleh seluruh anggota keluarga bila ingin bangunan keluarga tetap kokoh dan melahirkan generasi yang hebat.

Penutup

Hal-hal yang saya sampaikan bukan bermaksud untuk menghakimi wanita-wanita yang bekerja. Akan tetapi saya hanya ingin menggambarkan betapa banyak aktivitas yang wajib wanita lakukan di rumah. Bagi wanita yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan masyarakat seperti dokter, perawat, bidan, da'iyah dan lain-lain maka harus lebih siap lelah, lebih banyak berkorban, dan pengaturan jadwal yang ketat. 

Tak lupa saya sampaikan bahwa tugas seorang Ayah lebih berat lagi. Tanggungan nya tidak hanya di dunia tapi sampai akhirat. Apa yang saya sampaikan terkait tugas dan peran istri akan tidak berarti bila Ayah tidak memahami tugas dan peran nya. Tugas dan peran ayah pada keluarga akan saya jelaskan pada tulisan selanjutnya.

Saudara mu Ilman Abu Inqiyad
Note : Inqiyad adalah nama anak kedua saya nama lengkapnya Inqiyad Maulana Irsyad

No comments:

Post a Comment