Oleh : apt. Ilman Silanas, M.Kes, M.Fam.Klin
Sejak mendirikan Negara Islam di Madinah, Rasulullah telah meletakkan pondasi kuat untuk membangun peradaban besar yang berpengaruh di dunia. Berkat perjuangan para Sahabat dan generasi setelahnya umat Islam telah berhasil menguasai wilayah yang dulu dikuasai oleh kekaisaran Romawi dan Persia. Tidak hanya mendapatkan wilayah baru untuk diterapkan hukum-hukum Allah SWT,umat Islam pun mendapat limpahan ilmu pengetahuan yang menjadi modal untuk membangun peradaban yang lebih kuat.
Sepanjang sejarah kekuasaan Khilafah Islam, tak jarang ujian berupa wabah penyakit terjadi. Wabah penyakit melanda di beberapa wilayah negara, bersyukur, para pemegang kebijakan mau melaksanakan perintah Nabi SAW untuk menyerahkan masalah pada ahlinya, wabah pun dapat dilokalisir dan tidak sampai menyebar ke daerah lain. Peradaban yang maju dapat dilihat dari upaya kesehatan yang dilakukan, preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Tidak mungkin sebuat peradaban berkembang tanpa modal kesehatan penduduknya. Kegiatan dakwah dan jihad dapat berlangsung sukses jika para dai dan tentara dalam kondisi sehat. Ekonomi dapat berjalan bila ancaman wabah penyakit sirna. Pendidikan bisa berjalan dengan baik jika guru dan murid terjaga kesehatannya.
Seluruh upaya
kesehatan pasti melibatkan penggunaan bahan yang berfungsi untuk memperbaiki
kondisi tubuh. Penelitian dan
penelusuran pustaka-pustaka kuno dari berbagai peradaban telah dilakukan oleh
peneliti di era khilafah untuk menemukan obat yang berkhasiat dan aman. Ilmu
tentang bahan obat dan obat akan berkembang seiring dengan meluasnya kekuasaan
Islam. Buku-buku pengobatan Yunani, Mesir, Persia dan Roma telah diterjemahkan
kedalam bahasa arab dan menjadi kajian penting dalam bidang kesehatan khusunya farmasi.
Penelitian-penelitian tentang komposisi, formulasi dan khasiat dilakukan oleh para dengan standar tertinggi
pada masanya.
Obat-obat
yang telah ditemukan dikompilasi dalam bentuk formularium agar lebih mudah
untuk dipelajari dan diaplikasikan dalam praktik klinik. Pembuatan fomularium
mengadopsi formularium bangsa Yunani, hal ini tidak menjadi kendala bagi umat
Islam, karena formularium adalah hasil ilmu pengetahuan yang bebas nilai
sehingga dapat diterima oleh syariat. Formularium sendiri dapat didefinisikan
sebagai dokumen yang memuat sediaan obat dan informasi penting lainnya yang
merefleksikan keputusan klinik mutakhir.
Berikut
beberapa nama-nama ilmuan di era kejayaan Islam
dan karya-karya nya dalam bidang farmasi yang dapat dianggap sebagai
formularium pada masanya.
1.
Abu Hanifa Al-Dinawari (lahir :
815 M, wafat : 895/902 M)
Beliau adalah seorang ahli astronomi, botani dan sejarah.
Beliau mengupas dan membedah botani lewat karyanya
Kitab al-Nabat (Buku Tumbuh-tumbuhan) yang terdiri atas enam volume yang
mencakup 637 jenis tanaman. Hanya saja beberapa volume telah punah, hanya
volume ketiga dan kelima yang tersisa.
Buku beliau menjadi dasar untuk pencarian tumbuhan obat dan pengembangannya
obat nabati (Golshani et al., 2015).
2.
At-Tabari (Lahir : 838 M, Wafat :
870 M)
Beliau adalah seorang ahli kedokteran, botani dan
psikologi. Karya beliau dibidang medis adalah kitab Firdaus Al-Hikmat
At-Tabari yang terdiri dari tujuh jilid. Pada jilid keenam kitab ini
menjelaskan tentang obat-obatan dan racun-racun (Ghaffari et al., 2014).
3. Abu
Bakar Ar-Razi (lahir : 854 M, wafat : 932 M)
Selain ahli dalam bidang kedokteran,
beliau pun ahli dalam bidang farmakognosi, beliau telah membagi obat-obatan
yang berasal dari tanaman, hewan dan mineral. Kitab yang beliau karang, Al-Asrar,
berisi tentang obat-obatan dan cara pencampurannya. Hingga abad ke 19 kitab ini
masih menjadi buku pegangan praktikum kedokteran (Amr & Tbakhi, 2007).
4.
Ibnu Juljul (wafat : 994 M)
Beliau menterjemahkan buku De Materia Medica
Disocorides kedalam bahasa arab dan menambahkan banyak substansi baru
seperti tamarin, champora, kayu cendana, dan kapulaga. Ia pun mengidentifikasi
banyak tumbuhan baru yang memiliki efek pengobatan untuk beberapa penyakit (Al-Hassani, 2012).
5.
Al-Biruni (Lahir : 973 M, wafat :
1051 M)
Beliau menulis kitab yang berjudul Asy-Syahdalah
(ramuan-ramuan) yang diterjemahkan dalam bahasa latin dengan judul Continens.
Al-Biruni menjelaskan tentang ramuan-ramuan obat dan tata cara dalam pembuatan
obat, termasuk menjelaskan peralatan yang diperlukan (Hamarneh, 1976).
6.
Abu Bakar Hamid Ibnu Samajun
(w.1002)
Ibnu Samajun adalah seorang dokter yang menulis sebuah
buku yang sangat luar biasa, buku tebal nya diberi judul al-Jami‘ li-aqwal al-qudama’ wa-al-muhdathin min al-aṭibba’ wa-al-mutafalsifin fī l-adwiyah al-mufradāh (The Compendium on Simple Drugs with Statements of Ancient and
Modern Physicians and Philosophers). Beliau pun menulis buku
formularium yang diberi judul Al-Aqrabadin yang berisi komposisi obat yang
bermanfaat untuk praktik kedokteran (Ullmann, 1970).
7.
Al-Ghafiqi (wafat : 1165)
Beliau adalah seorang ahli obat-obatan yang berasal dari
Andalusia, beliau mengumpulkan dan mengkaji berbagai jenis tumbuhan yang
diperolehnya dari wilayah Spanyol dan Afrika. Beliau menulis kitab yang
berjudul Al-Jami Al-Adwiyyah Al-Mufradah yang berisi tentang komposisi
obat, dosis dan tata cara meracik (Sudewi & Nugraha, 2017).
8.
Ibnu Al-Suri (Lahir : 1177 M,
wafat : 1241 M)
Beliau menulis kitab Al-Adwiyat Al-Mufradah yang
berisi tentang obat-obat sederhana yang bersumber dari bahan tumbuhan. Kitab
ini memiliki kelebihan yaitu adanya lukisan tumbuhan obat yang dimaksud. Untuk
membuat kitab ini beliau mempekerjakan pelukis untuk dapat menggambarkan sketsa
tumbuhan mulai dari tahap pertumbuhannya dengan menggunakan pewarna (Ali, 1996).
9.
Ibnu Al-Baythar (Lahir : 1197 M,
Wafat : 1248 M)
Beliau dikenal sebagai dokter hewan, ahli botani dan
farmakologi. Selama beliau di Mesir beliau ditunjuk sebagai “Kepala Ahli Maramu
Obat”. Setelah meninggalkan Kairo beliau berkelana ke Malaga, Marrakesh, Suriah, dan Asia Kecil, untuk mencari tanaman
obat. Buku-buku beliau terkait kompilasi obat-obatan antara lain Al-Mughni
fi al-Adwiya’ al-Mufradat, kitab ini berisi tentang ramuan-ramuan obat yang disusun
disesuaikan dengan bagian-bagian tubuh yang harus didahulukan untuk
menyembuhkan penyakit. Buku yang beliau tulis pula adalah Al-jami’ li Mufradat al-Adwiyah wa al-Ahdhiya,
buku ini berisi tentang 1400 contoh
obat. Buku lainnya adalah Al-Jamii fi Al-Tibb, buku ini mengupas tentang beragam tubuhan
obat, kurang lebih ada seribu tumbuhan yang dibahas. Buku terakhir adalah Al-Adwiyat
al-Basyithah, yang berisi tentang ramuan-ramuan obat sederhana (Ullmann, 1970).
Itulah beberapa ilmuan farmasi ternama yang membuat formularium terkait
obat. Tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban Islam telah mewariskan ilmu yang
luar biasa untuk seluruh penduduk di dunia ini. Hal ini membuktikan bahwa Islam
tidak menghambat perkembangan ilmu, malah sebaliknya Islam akan mendorong
manusia untuk melakukan penemuan-penemuan di bidang kesehatan, sains dan teknologi.
Referensi :
Al-Hassani, S. T. S. (Ed.).
(2012). 1001 Invention The Enduring Legacy of Muslim Civilization (3rd
ed.). National Geograpich.
Ali, A. (1996). Islamic Dynasties of the Arab
East: State and Civilization During the Later Medieval Times. M.D.
Publications Pvt. Ltd.
Amr, S. S., & Tbakhi, A. (2007). Abu Bakr
Muhammad Ibn Zakariya Al Razi (Rhazes): Philosopher, Physician and Alchemist. Annals
of Saudi Medicine, 27(4), 305–307.
https://doi.org/10.5144/0256-4947.2007.305
Ghaffari, F., Naseri, M., Asghari, M., &
Naseri, V. (2014). Abul- Hasan al-Tabari: A review of his views and works. Archives
of Iranian Medicine, 17(4), 299–301. https://doi.org/014174/AIM.0015
Golshani, S. A., Daneshfard, B., Mosleh, G., &
Salehi, A. (2015). Drugs and Pharmacology in the Islamic Middle Era. Pharmaceutical
Historian, 45(3), 64–69.
Hamarneh, S. K. (1976). The pharmacy and materia
medica of al-Biruni and al-Ghafiqi—A comparison. Pharmacy in History, 18(1),
3–12.
Sudewi, S., & Nugraha, S. M. (2017). Sejarah
Farmasi Islam dan Hasil Karya Tokoh-Tokohya. 2(1), 57–71.
Ullmann, M. (1970). Die Medizin im Islam. E.J.
Brill Leiden, VI(I).
No comments:
Post a Comment