Oleh : Ilman Silanas,
Apt.,M.Kes
Apoteker RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung
Alergi adalah respon
hipersensitif imunologis yang terjadi karena paparan alergen. Alergi obat
dikategorikan sebagai reaksi obat yang tidak diinginkan. Ciri khas reaksi
alergi obat adalah :
- Tidak terprediksi
- Terjadi pada individu tertentu
- Tidak berhubungan dengan sifat farmakologi obat
- Memerlukan periode induksi pada awal paparan tapi tidak pada paparan kedua
- Dapat terjadi pada dosis dibawah dosis terapeutik
- Bisa berefek pada organ, pada umumnya mempengaruhi kulit
- Manifestasi klinis yang nampak adalah erythema, angioedema, serum sicknes syndrome, anafilaksis dan asma.
- Terjadi pada sebagian kecil populasi (10-15%)
- Menghilang saat terapi obat dihentikan dan muncul kembali setelah diberikan obat yang sama atau obat dengan struktur kimia yang mirip
- Dapat dilakukan desensitisasi
Reaksi alergi dapat dikategorikan
menjadi empat tipe :
1.
Tipe I Hipersensitivitas
Tipe Cepat (Anafilaksis)
2.
Tipe II Reaksi Sitotoksik
3.
Tipe III Reaksi Kompleks
Imun
4.
Tipe IV Reaksi Tertunda
Alergi tipe satu merupakan alergi
yang paling banyak memakan korban. Alergi tipe ini diperantarai oleh
Immunoglubulin E (IgE) yang dapat terjadi 30 menit setelah paparan alergen.
Penisilin adalah salah satu penyebab utama terjadinya alergi tipe I.
Reaksi alergi pada penisilin
terjadi pada 10-20 % pasien rawat inap yang memiliki riwayat alergi pada
penisilin.(1,2). Peningkatan penggunaan penisilin semisintetik dan sefalosporin
maka meningkat pula laporan kejadian reaksi alergi pada kedua agen ini.
Antibiotic Skin Testing (AST)
adalah metode yang telah dikenal sebagai metode yang paling aman dan dapat
diandalkan untuk medeteksi reaksi alergi tipe I pada penggunaan antibiotik beta
laktam. Sebuah penelitian yang dilakukan di 12 rumah sakit di Korea Selatan
menunjukan bahwa terdapat perbedaan cara melakukan AST dan cara menginterpretasikan
hasil AST (3).
Terlihat dari data tersebut,
setiap rumah sakit memiliki cara yang berbeda dalam melakukan AST. Jumlah
antibiotik yang berbeda diberikan secara intradermal. Kriteria hasil positif
alergi yang berbeda pula. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana prosedur
AST yang tepat ?
Metode AST
Uji secara intradermal dilakukan
dengan meng-injeksikan 0,02-0,05 ml reagen pada permukaan lengan bawah bagian
dalam. Sebagai kontrol negatif menggunakan larutan saline dan kontrol positif
menggunakan histamin dengan jumlah volume yang sama. Interpretasi hasil
dilakukan 15-20 menit setelah pemberian, bila terjadi tonjolan berwarna merah
dengan diameter lebih dari sama dengan 3 mm dan terkonfirmasi dengan pembanding
positif dan negatif maka menunjukkan
positif alergi (4,5).
Hal yang perlu diperhatikan
adalah konsentrasi larutan uji. Konsentrasi yang diberikan sedapat mungkin
tidak menyebabkan reaksi iritasi. Pada uji alergi beta laktam konsentrasi
maksimum yang dapat dipergunakan tercantum pada tabel di bawah ini :
Referensi lain menggunakan
konsentrasi non-iritasi berikut ini :
Validasi Metode AST
AST untuk golongan penisilin
menunjukkan bahwa metode ini memiliki reliabilitas yang cukup baik untuk
mengidentifikasi individu yang memiliki risiko reaksi alergi pada penisilin (6).
Studi lain nya menunjukkan bahwa penicillin skin test membantu untuk menentukan
jenis antibiotik yang cocok untuk pasien-pasien yang alergi pada penisilin (7).
Adapun AST untuk golongan
Sefalosporin tidak dapat menunjukkan hasil yang akurat. Sebuah penelitian yang
dipublikasikan European Journal of Allergy and Clinical Immunology dengan judul Validation
of The Cephalosphorin Intradermal Skin Test for Predicting Immediate
Hypersensitivity : A Prospective Study With Drug Challenge menunjukkan
bahwa skin test untuk memprediksi reaksi alergi pada golongan Sefalosporin
memiliki sensitivitas dan Positive Prediction Value (PPV) yang sangat rendah
sehingga disimpulkan tidak terlalu bermanfaat. (8)
Penelitian yang melibatkan 1421
pasien dengan menggunakan antibiotik Sefalosporin dari mulai generasi pertama
hingga keempat dan Penisilin G. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 74
pasien yang dinyatakan positif dengan AST, akan tetapi setelah dilakukan uji
pemberian antibiotik intravena yang dinyatakan menyebabkan alergi dengan AST pada
pasien positif tersebut tidak satu pun yang mengalami reaksi alergi. Justru
sebaliknya pasien yang tidak dinyatakan alergi dengan AST setelah dilakukan uji
langsung dengan pemberian antibiotik terdapat empat orang yang alergi.
Hasil perhitungan sensitivitas,
spesifitas, Negative Prediction Value (NPV) dan Positive Prediction Value
(PPV) dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut : sensitivitas 0 %,
Spesifitas 9,75%, NVP 99,7 % dan PPV 0%. Dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa AST pada golongan Sefalosporin menunjukkan false negatif yang tinggi
sehingga metoda ini tidak valid.
Referensi :
- Lee CE, Zembower TR, Fotis MA, et al. The incidence of antimicrobial allergies in hospitalized patients: implications regarding prescribing patterns and emerging bacterial resistance. Arch Intern Med 2000;160:2819-2822
- Arroliga ME, Wagner W, Bobek MB, et al. A pilot study of penicillin skin testing in patients with a history of penicillin allergy admitted to a medical ICU. Chest 2000;118:1106-1108.
- Lee SH, Park HW, Kim SH, et al. The Current Practice of Skin Testing for Antibiotic in Korean Hospitals. The Korean Journal of Internal Medicine 2000; 25 : 207-212
- Torres MJ, Romano A, Mayorga C, et al. Diagnostic evaluation of a large group of patients with immediate allergy to penicillins: the role of skin testing. Allergy 2001;56:850-856
- Brockow K, Romano A, Blanca M, et al. General considerations for skin test procedures in the diagnosis of drug hypersensitivity. Allergy 2002;57:45-51
- del Real GA, Rose ME, Ramirez-Atamoros MT, et al. Penicillin skin testing in patients with a history of beta-lactam allergy. Ann Allergy Asthma Immunol 2007;98:355-359
- Nadarajah K, Green GR, Naglak M. Clinical outcomes of penicillin skin testing. Ann Allergy Asthma Immunol 2005;95:541-545
- Yoon SY, Park SY, Kim S, et al. The Cephalosphorin intradermal skin test for predicting immediate hypersensitivity : a prospective study with drug challenge, Alergy 2013: 68: 938-944
No comments:
Post a Comment