Oleh : Ilman Silanas, Apt.,M.Kes
(Apoteker RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung)
FARM merupakan metode pendokumentasian asuhan kefarmasian dari sebuah proses berurutan yang dimulai finding (temuan), assessment (penilaian temuan), resolution (penyelesaian) dan monitoring (pemantauan). Pendokumentasian ini berfokus pada pengelolaan manfaat dan risiko penggunaan obat terhadap pasien. FARM dilakukan bila dokter telah membuat order kepada Farmasi terkait obat yang akan diberikan. Bila dokter belum memulai order maka tidak ada kewajiban apoteker untuk melakukan asuhan kefarmasian.
Bagaimana pendokumentasian FARM ini
dibuat ?
Pertama, langkah awal dalam melakukan pendokumentasian FARM adalah membuat
kelompok masalah terkait obat DRPs. Setiap masalah FARM harus diselesaikan
secara terpisah dan membuat prioritas masing-masing. Berikut tipe-tipe masalah terkait obat :
1.
Indikasi yang tidak
diobati
2.
Pemberian obat tanpa
indikasi
3.
Obat tidak sesuai
4.
Dosis kurang
5.
Dosis berlebih
6.
Reaksi tidak
diinginkan
7.
Interaksi obat
8.
Ketidakpatuhan
(menyebabkan gagal minum obat)
Kedelapan kelompok permasalahan terkait
obat tersebut perlu diidentifikasi apakah terjadi pada pasien yang sedang
menjalani terapi dan berada dibawah supervisi Apoteker. Pengelompokan
permasalahan terkait obat memiliki beberapa manfaat antara lain :
- Menjamin bahwa apoteker telah mempertimbangkan semua kemungkinan masalah terkait obat
- Membantu analisis data secara optimal
- Memudahkan menemukan data kembali
Kedua, identifikasi
masalah harus disertai dengan dokumentasi temuan (finding) yang relevan. Pada
tahap ini Apoteker akan menemukan masalah yang sudah terjadi atau yang
berpotensi terjadi di kemudian hari. Langkah
kedua ini memerlukan data terkait pasien, baik data demografi ataupun data
klinis pasien. Kondisi subjektif dan objektif pasien perlu diketahui untuk
selanjutnya dapat dibuat ringkasan data penting setelah dilakukan eliminasi
data-data yang dianggap tidak diperlukan. Kemampuan menentukan data yang berpengaruh
pada kondisi pasien menjadi keahlian yang harus dimiliki. Pada tahap ini belum
ada pengelompokan masalah yang menjurus pada DRPs, tahap ini hanya menentukan
data mentah kondisi pasien yang akan diolah pada tahap selanjutnya.
Ketiga, Penilaian masalah
pada FARM adalah proses evaluasi yang dilakukan apoteker pada situasi yang ada
saat itu. Pada bagian ini apoteker dituntut berfikir secara analisis untuk
mencapai kesimpulan apakah ada atau tidak ada masalah terkait obat dan apakah
intervensi apoteker diperlukan ataukah tidak. Secara sistematis tahap Penilaian
(Assessment) adalah melakukan :
- Identifikasi keberadaan dan pengelompokan masalah DRPs
- Identifikasi potensi masalah yang dapat terjadi
- Menilai tingkat kegawatan masalah terkait obat (minor, mayor, kritis)
Pada kedua aktivitas utama tersebut perlu
dilakukan kolaborasi antara apoteker, pasien, dokter, dan perawat, karena
integrasi antar profesional mutlak diperlukan agar memudahkan penentuan
prioritas pengobatan. Ujung dari tahap ini adalah diketahui prioritas terapi
apa yang pasien perlukan.
Keempat, pada prinsipnya semua DRPs harus diselesaikan tidak boleh ada yang
diabaikan, hanya saja prioritas mutlak perlu ditetapkan. Dokumentasi Resolusi
ini memuat Apoteker, berdasarkan tingkat masalah, dalam memberikan masukan pada
dokter, perawat dan ahli gizi atau pula dapat melakukan intervensi langsung
pada pasien. Apoteker memberikan saran secara detail disertai alasan. Bila
memilihkan terapi atau pengganti terapi maka perlu disampaikan jenis obat,
dosis, rute pemberian dan kombinasi obat yang memungkinkan serta kewaspadaan
terkait interaksi makanan dan obat. Apoteker dapat melakukan intervensi
langsung pada pasien dengan cara memberikan konseling pada pasien dan melakukan
pengontrolan pada biaya pengobatan pasien bila ada kebijakan terkait
pengontrolan biaya oleh apoteker pada unit kerja tertentu. Orientasi pada
tahap keempat adalah menyelesaikan DRPs yang terjadi dan mencegah terjadinya
DRP yang berpotensi terjadi serta penentuan end point dari terapi.
Kelima, Monitoring
(pemantauan) dilakukan sebagai upaya pemenuhan prinsip bahwa pasien tidak boleh
diabaikan setelah suatu tindakan dilakukan. Proses pemantauan bisa meliputi
wawancara dengan pasien, mengumpulkan data laboratorium, dan melakukan
pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk mengetahui efek dari resolusi yang
dilakukan untuk menjamin bahwa resolusi tersebut memberikan manfaat yang
optimal bagi pasien. Parameter yang dapat dipantau pada tahap ini antara lain :
- Perbaikan atau hilangnya tanda-tanda gejala dan abnormalitas hasil laboratorium
- Keberadaan efek samping dari terapi yang diberikan (apakah muncul dan berhasil diatasi atau dicegah)
- Capaian end point (dapat dilihat dari dimensi derajat perbaikan pasien, waktu pencapaian, dan biaya yang dikeluarkan)
Bila pada tahap kelima kembali ditemukan
masalah terkait obat karena kondisi pasien yang berubah atau adanya penyulit
lain (seperti pasien gagal menerima obat karena persediaan kosong) maka perlu
dilakukan siklus FARM kedua hingga kondisi pasien sesuai dengan yang
diharapkan.
Bagaimana FARM dilaksanakan bila ditinjau
dari alur pelayanan pasien ?
Pertama, pasien datang ke Rumah Sakit,
petugas yang menghadapi adalah dokter atau perawat.
Kedua, dokter menentukan diagnosa awal
dan terapi farmakologis yang diberikan. Apoteker mulai melakukan upaya
menemukan masalah (pre Finding) hingga menemukan (Finding) DRPs. DRPs
tahap kedua ini ada yang terjadi dan berpotensi terjadi. Untuk DRPs yang
terjadi adalah :
- Obat tanpa indikasi
- Indikasi yang tidak diobati
- Obat tidak sesuai
- Dosis kurang
- Dosis lebih
- Ketidaktersediaan obat
- Interaksi obat
Adapun bila ketujuh DRPs diatas tidak
ditemukan maka potensi efek samping dan ketidakpatuhan minum obat perlu menjadi
catatan untuk dilakukan penilaian.
Ketiga, Apoteker melakukan penilaian
temuan DRPs untuk ditetapkan tingkatan dan prioritas
Keempat, Apoteker mengajukan resolusi
pada dokter, perawat dan pada diri Apoteker sendiri terkait intervensi yang
dapat dilakukan. Apakah terapi tetap dilanjutkan atau ada perubahan terapi atau
penyesuaian lain.
Kelima, Apoteker melakukan pemantauan
(monitoring) terkait kondisi pasien dan menarik kesimpulan atas efikasi
resolusi.
Keenam, bila efikasi rendah dan pasien
tidak merasakan manfaat terapi makan dilakukan upaya Finding masalah. Begitu
selanjutnya.
Bagaimana bentuk formulir pencatatan FARM
?
Formulir dapat disusun berdasarkan
panduan pertanyaan berikut ini .
Identitas Pasien ?
|
Apa Diagnosa?
|
Apa saja Obat yang diorder (nama, kekuatan,
rute, cara pemakaian, jumlah) ?
|
Finding
1.
Apakah
ada indikasi yang tidak diobati ?
2.
Apakah
ada obat tanpa indikasi ?
3.
Apakah
pemilihan obat sudah benar ?
4.
Apakah
dosis sudah tepat (tidak berlebih atau kurang) ?
5.
Apakah
ada interaksi obat ?
6.
Apakah
ada efek samping atau potensi efek samping ?
7.
Apakah
obat tersedia di Rumah sakit ?
8.
Apakah
ada penyulit lain yang dapat menyebabkan pasien gagal minum obat ?
|
Assessment
1.
Masalah
mana yang berkategori minor ?
(membuat pasien tidak nyaman tetapi
tidak membahayakan pasien)
2.
Masalah
mana yang berkategori mayor ?
(membuat pasien tidak nyaman,
membahayakan pasien tetapi tidak sampai menyebabkan kematian pada pasien)
3.
Masalah
mana yang berkategori kritis ?
(menyebabkan kematian pasien)
|
Resolusi
1.
Resolusi
masalah kritis ?
2.
Resolusi
masalah mayor ?
3.
Resolusi
masalah minor ?
4.
Apa
saja yang menjadi indikator End point terapi ?
5.
Perencanaan
Monitoring (apa yang dimonitor, kapan, dan apa saja yang diperlukan)?
|
Monitoring
1.
Apakah
resolusi terlaksanakan ?
2.
Apakah
end point tercapai ?
3.
Bagaimana
Penilaian atas manfaat Resolusi ?
|
apa ini sama dengan metode SOAP?
ReplyDeleteKalau boleh tau ini daftar pustaka nya diambil dari buku mana ya?
ReplyDelete