Pertanyaan :
Terkait menghadap kiblat , ada pertanyaan ke saya, kenapa selalu menghadap barat? Bukankah menghadap timur arah sebaliknya jg bisa tetap ke kiblat dengan konsep bumi yang bulat ini? Minta tanggapannya...
Terkait menghadap kiblat , ada pertanyaan ke saya, kenapa selalu menghadap barat? Bukankah menghadap timur arah sebaliknya jg bisa tetap ke kiblat dengan konsep bumi yang bulat ini? Minta tanggapannya...
Jawab :
Para ulama sepakat bahwa menghadap kiblat (istiqbal al-qiblah) wajib hukumnya bagi orang yang shalat. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1/667; Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, hal. 51; Muhammad al-Mas’udi, Al-Ka’bah al-Musyarrafah Adabuha wa Ahkamuha, hal. 41). Imam Ibnu Hazm berkata,”Para ulama sepakat menghadap kiblat wajib bagi yang melihat ka’bah atau yang mengetahui petunjuk-petunjuk arah kiblat, selama ia bukan orang yang berperang (muharib) atau orang yang sedang ketakutan (kha`if) [karena perang].” (Maratibul Ijma’, hal. 11).
Menghadap kiblat adalah syarat sah shalat, berdasarkan firman Allâh SWT :
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arah nya (QS. Al-Baqarah : 144)
Saat seseorang berada didepan Baitullah maka ia wajib menghadap langsung ke sana. Hal ini berdasarkan pada penuturan Ibnu Abbas Yang berkata :
لَمَّا دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَيْتَ دَعَا فِي نَوَاحِيهِ كُلِّهَا وَلَمْ يُصَلِّ حَتَّى خَرَجَ مِنْهُ فَلَمَّا خَرَجَ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ فِي قُبُلِ الْكَعْبَةِ وَقَالَ هَذِهِ الْقِبْلَةُ
"Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke dalam Ka'bah, beliau berdo'a di seluruh sisinya
dan tidak melakukan shalat hingga beliau keluar darinya. Beliau kemudian shalat dua rakaat dengan memandang Ka'bah lalu bersabda: "Inilah kiblat." (HR Bukhari)
Imam Syafi’i berkata,“Orang Makkah yang dapat melihat Ka’bah, harus tepat menghadap ke bangunan Ka’bah (‘ainul bait).”(Al-Umm, 1/114).
Bagi orang yang tidak berada di dekat ka'bah dan di luar kota Makkah, jika ia menguasai cara menentukan kiblat maka ia wajib berijtihad untuk menentukan arah kiblat. Dalam situasi ini, keharusan menghadap kiblat adalah mengarah kepadanya kalau pun tidak tepat menghadap bangunan Ka'bah maka itu tidak jadi masalah.
Sedang bagi orang tidak dapat melihat bangunan Ka’bah (‘ainul ka’bah), yang wajib adalah menghadap ke arah Ka’bah (jihatul ka’bah), tidak harus tepat/eksak ke arah bangunan Ka’bah. Inilah pendapat Imam Abu Hanifah, Malik, Ahmad, dan Syafi’i (dalam salah satu riwayat). (Imam Syaukani,Nailul Authar, hal. 366).
Dalilnya sabda Nabi SAW,”Apa yang ada di antara timur dan barat adalah kiblat.” (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi). Imam Shan’ani menjelaskan,”Hadis ini menunjukkan yang wajib adalah menghadap arah Ka’bah (jihatul ka’bah), bukan menghadap ke bangunan Ka’bah (ainul ka’bah), yakni bagi orang yang tidak dapat melihat bangunan Ka’bah.” (Subulus Salam, 1/134).
Dengan demikian, bagi penduduk Indonesia yang berada di sebelah timur Masjidil Haram, pada dasarnya cukup menghadap arah Ka’bah (jihat ka’bah), yaitu ke arah Barat. Menurut kami ini sudah cukup dan sudah sah shalatnya. Kalaupun melenceng beberapa derajat, menurut kami itu dapat dimaafkan, selama masih mengarah ke Barat. Kaidah fiqih menyebutkan : Maa qaaraba al-syai’a u’thiya hukmuhu (Apa yang mendekati sesuatu, dihukumi sama dengan sesuatu itu). (M. Said al-Burnu, Mausu’ah al-Qawaid al-Fiqhiyyah, 9/252).
Lalu ada pendapat bahwa bila bumi bulat maka boleh saja orang yang berada di Timur Mekah tidak menghadap ke Barat tapi menghadap ke Timur karena arah nya akan bertemu pula dengan Mekah.
Maka hal ini bertentangan dengan apa yang terjadi pada masa Rasulullah.
Argumen pertama ;
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُصَلِّيَ الْمَكْتُوبَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendirikan shalat diatas hewan tunggangannya menghadap ke Timur. Jika Beliau hendak melaksanakan shalat wajib, maka Beliau turun dan melaksanakannya dengan menghadap qiblat". (HR. Bukhari)
Hadits ini menjelaskan bahwa arah Kiblat adalah arah dimana Ka'bah berada. Rasulullah berjalan dan menghadap ke arah Timur sedangkan Ka'bah ada di arah sebaliknya (barat) maka untuk shalat wajib (walau dalam perjalanan dan bisa berhenti sejenak) Rasulullah tetap menghadap ke arah kiblat yang terletak di barat. Ini menunjukan penduduk yang berada di sebelah timur ka'bah menghadap ke arah barat. Kalau pun tidak tepat tidak menjadi masalah cukup dengan perkiraan arah Ka'bah.
Argumen kedua :
بَيْنَا النَّاسُ يُصَلُّونَ الصُّبْحَ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ إِذْ جَاءَ جَاءٍ فَقَالَ أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرْآنًا أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْكَعْبَةَ فَاسْتَقْبِلُوهَا فَتَوَجَّهُوا إِلَى الْكَعْبَةِ
dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma; "Tatkala orang-orang melaksanakan shalat shubuh di Quba`,
tiba-tiba ada orang yang datang dan berkata; Allah telah menurunkan wahyu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam agar menghadap kiblat, maka menghadaplah ke sana! lalu mereka berbalik menghadap Ka'bah. (HR. Bukhari)
Pada awal nya Kiblat shalat umat Islam adalah Masjidil Aqsha di Palestina. Posisinya berada di sebelah utara Medinah. Sedangkan posisi Mekah ada di sebelah selatan Medinah. Jadi awal nya Kaum muslim menghadap ke sebelah utara, tapi setelah turun Surat Al-Baqarah 144, mereka Yang sedang shalat langsung merubah arah ke sebelah selatan dan hal ini tidak dibantah oleh Rasulullah. Peristiwa ini menunjukkan penduduk yang ada di sebelah utara Ka'bah menghadap Selatan sebagai kiblat nya dan begitu pula sebaliknya.
Jadi walaupun bumi itu bulat maka tidak lantas kita bisa seenak nya saja menentukan arah kiblat. Jadi kita tinggal menentukan jarak terdekat mana dari Ka'bah yang dapat diperkirakan bila kita menghadap ke arah tertentu.
Bila di depan mata kita adalah Ka'bah dan kita malah shalat dengan membelakangi nya karena bumi bulat dan pasti arah nya akan bertemu Ka'bah juga maka Shalat nya tidak sah. Kecuali bila kita berada di titik di mana menghadap timur atau barat kita perkirakan memiliki jarak yang sama. Maka kita bisa memilih arah yang kita inginkan dengan tetap berniat menghadap Ka'bah.
Orang yang berada di Mekah namun tidak bisa melihat Ka’bah, tetapi bisa melihat Masjid al-Haram atau berada di sisi Masjid al-Haram, maka dia menghadap ke arah Masjid al-Haram, dan ini sudah cukup bagi dirinya. Adapun orang yang berada di luar Mekah tetapi dekat dari Mekah, maka ia mesti berusaha menghadap ke arah Ka’bah. Begitulah seterusnya, ketika jaraknya semakin jauh, semakin kecil pula penekanan untuk mencari ‘ain Ka’bah, sehingga ia cukup mencari arah atau sisi Ka’bah saja”.(Syaikh Mahmud ‘Abdul Lathif al-‘Uwaidlah,Kitab Al-Jaami’ li Ahkaam al-Sholah, juz 2/52)
Dalil-dalil tentang arah kiblat tidak bisa dijadikan dasar argumen terkait bentuk bumi. Bumi berbentuk bulat atau datar perlu dibuktikan secara ilmiah karena pada dasarnya fakta bumi bisa kita indera dan dapat diamati langsung.
Saudara mu Ilman Silanas
Inilah jawaban paling Haq yang pernah saya baca.
ReplyDelete"Dalil-dalil tentang arah qiblat tidak bisa dijadikan dasar argumen terkait bentuk bumi"
Syukron mas infonya.
kalau seandainya kita berada pas di titik belahan bumi dari posisi ka'bah gimana hayo tentuin nya??? karna kita hadap ke barat,timur,utara dan selatan jarak ke ka'bah sama jauh nya...hayo??? gmn cara jawab nya??...haha...
ReplyDeleteKrn itu peta flat earth bisa jadi pilihan, shg arah kiblat ditarik garis terdekat dr kota atau tempat tsb ke mekkah. Misal di kanada, maka garis terdekat ke arah mendekati utara maka kiblatnya ke arah itu. Maaf mgkn saya salah.
DeleteTerimakasih ilmunya. Sangat bermanfaat. Ini lah yang saya cari-cari.. Akhirnya ketemu. Syukron
ReplyDeleteguna otak..mustahil boleh berpaling ke kiblat dari semua arah di bumi klu bumi bulat dol..ayat quran tu suruh kita berfikir..memang bumi belum tentu datar..cuma pasti bukan bulat
ReplyDelete