Pria merupakan komponen paling penting dalam keluarga. Pria
lah yang umum nya memulai melamar seorang wanita. Pria pula lah yang melakukan
akad nikah dengan wali wanita. Rasulullah secara khusus mendorong setiap pemuda
untuk menikah bila sudah memiliki kemampuan untuk itu.
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai sekalian pemuda, siapa diantara kalian telah mempunyai
kemampuan, maka hendaklah ia menikah, karena menikah itu dapat menundukkan
pandangan, dan juga lebih bisa menjaga kemaluan. Namun, siapa yang belum mampu,
hendaklah ia berpuasa, sebab hal itu dapat meredakan nafsunya." (Riwayat Bukhari)
Dalam salah satu Khutbah nya Rasulullah pernah menyampaikan pesan
khusus pada setiap suami untuk berhati-hati dalam memimpin rumah tangga.
عن جَابِر، أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ النَّاسَ، فَقَالَ: “اتَّقُوا
اللَّهَ فِي النِّسَاءِ، فَإِنَّهُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ، أَخَذْتُمُوهُنَّ
بِأَمَانَةِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ،
وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ”. رَوَاهُ
مُسْلِمٌ
Dari Jabir bahwa Rasulullah saw berkutbah kepada manusia, berliau
saw. berkata: “Bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan dengan wanita.
Karena mereka itu adalah “tawanan” kalian. Kalian mengambil mereka sebagai
amanah dari Allah. Dan mereka halal bagi kalian dengan kalimah-kalimah Allah.
Dan bagi mereka berhak rezeki mereka (nafkah atas mereka) dan pakaian yang
pantas dengan cara yang ma’ruf”. (HR. Muslim).
Terdapat ancaman khusus bagi suami yang tidak menjalankan
kepemimpinan secara baik sehingga anggota keluarganya melakukan kemaksiatan
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam Bersabda,
ثَلاَثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللهُُ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَيْهِمُ
الْجَنَّةَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ، وَالْعَاقُّ، وَالدَّيُّوْثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخُبْثَ
الْجَنَّةَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ، وَالْعَاقُّ، وَالدَّيُّوْثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخُبْثَ
Artinya : “Tiga golongan manusia yang Allah Tabaraka wa Ta’ala
mengharamkan surga bagi mereka, yaitu pecandu khamr, orang yang durhaka kepada
kedua orang tuanya, dan dayyuts yang membiarkan kefasikan dan kefajiran dalam
keluarganya .” (HR.Ahmad).
Al-imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu (tahun 773-852 H) menjelaskan bahwa makna Ad-dayyuts
adalah seorang suami atau bapak yg membiarkan terjadinya perbuatan buruk di dalam
keluarganya (Kitab Fathul Baari, jilid 10 hal 406).
Kepemimpinan Tak Sekedar Nafkah
Tiada yang memungkiri kebutuhan operasional rumah tangga
pasti membutuhkan uang. Uang sebagai alat tukar dapat membantu keluarga untuk
tetap hidup layak, sehat dan bermartabat.
Hal yang perlu diingat oleh para suami adalah urusan rumah tangga
bukan sekedar urusan membeli makan, pakaian, meubelair, bayar listrik, bayar
SPP anak, dan pergi rekreasi. Seorang ayah harus mengerti bahwa urusan nya
bukan sekedar mengadakan uang tapi bagaimana membawa gerbong keluarga ke arah
ridho Allâh SWT.
Seorang ayah atau suami jangan sampai hanya ahli memenuhi hajat
dunia tapi untuk urusan akhirat mereka lalai. Allah Swt berfirman :
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا
مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia;
sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai." (QS. Ar-Rum : 7)
Maka rezeki yang didapat haruslah didapat dari jalan yang halal,
membelanjakan pada jalan yang halal. Tidak hanya memberikan uang lalu bebas
kewajiban, pengontrolan aktivitas seluruh penghuni rumah, memotivasi istri dan
anak untuk tetap dalam ketakwaan, memberikan teladan kehidupan, menjaga
keamanan lingkungan rumah, dan segudang aktivitas domestik lain yang menjadi
kewajiban bagi seorang kepala keluarga.
Kewajiban Mendidik Anggota Keluarga
Allâh SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. At-Tahrim : 6)
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari seorang
lelaki, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka. (At-Tahrim: 6) Makna yang dimaksud
ialah didiklah mereka dan ajarilah mereka.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya:peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka. (At-Tahrim: 6) Yakni amalkanlah ketaatan kepada Allah dan
hindarilah perbuatan-perbuatan durhaka kepada Allah, serta perintahkanlah
kepada keluargamu untuk berzikir, niscaya Allah akan menyelamatkan kamu dari
api neraka.
Imam Tirmidzi melalui hadis Abdul Malik ibnur Rabi' ibnu Sabrah,
dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ،
فَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا"
Perintahkanlah kepada anak untuk mengerjakan salat bila usianya
mencapai tujuh tahun; dan apabila usianya mencapai sepuluh tahun, maka pukullah
dia karena meninggalkannya.
Ini menurut lafaz Abu Daud. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis
ini hasan. Imam Abu Daud telah meriwayatkan pula melalui hadis
Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Rasulullah Saw. hal yang
semisal. Ulama fiqih mengatakan bahwa hal yang sama diberlakukan terhadap anak
dalam masalah puasa, agar hal tersebut menjadi latihan baginya dalam ibadah,
dan bila ia sampai pada usia balig sudah terbiasa untuk mengerjakan ibadah,
ketaatan, dan menjauhi maksiat serta meninggalkan perkara yang munkar.
Selelah apa pun seorang ayah dalam mencari nafkah, kewajiban
mendidik tetap ada di pundak nya. Bila seorang ayah tidak menguasai ilmu agama
maka mendatangkan seorang guru menjadi hal yang wajib. Akan tetapi pengawasan
aktivitas dan perilaku anak tetap harus dilakukan oleh orang tua, hal ini
karena orang tua lah yang berinteraksi secara langsung dalam kehidupan rumah
dengan waktu yang luas, sedangkan guru hanya beberapa waktu saja.
Bersahabat dengan Istri
Hubungan suami istri dalam format Islam bukanlah hubungan rekan
kerja, atasan dan bawahan. Bentuk hubungan yang harus dijalin adalah hubungan
persahabatan.
Ibnu Abbas pernah bertutur, “Para istri berhak untuk
merasakan suasana persahabatan dan pergaulan yang baik dari suami mereka,
sebagaimana mereka pun berkewajiban untuk melakukan ketaatan dalam hal yang
memang diwajibkan atas mereka terhadap suami mereka.”
Seorang sahabat akan selalu membuat tenang jiwa sahabat yang ada
di sampingnya. Karena memang inti dari kehidupan berumah tangga adalah
ketenangan. Kehidupan berumah tangga dalam bingkai persahabat ini akan terwujud
jika diantara keduanya saling memberikan hak dan kewajiban masing-masing.
Seorang suami akan memberikan hak nya kepada istri, demikian pula istri akan
memberikan hak kepada suaminya –sesuai dengan tuntunan syari’ah.
وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ
“Dan pergaulilah mereka (istri-istrimu) dengan cara yang baik” (QS. An-Nisa : 19)
Suami dan istri harus saling memenuhi hak dan kewajiban
secara seimbang.
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي
عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Baqarah :228)
Ibnu Abbas memberi penjelasan tentang pelaksanaan ayat ini, “Sesungguhnya
aku berhias untuk istriku sebagaimana ia berhias untuk aku. Aku suka untuk
menuntaskan semua hak yang ada padaku untuk dia karena dia (istri) akan
memenuhi segala apa yang menjadi hakku atas dirinya.”
Sungguh Rasul saw memberikan contoh dan tauladan terbaik dalam
menjalani kehidupan berumah tangga dengan istri beliau. Adalah beliau saw.
bergaul dan bercanda dengan mereka dengan penuh persahabatan dan lemah lembut.
Bahkan beliau saw sering memangku istrinya barang sekejap, sebelum tidur untuk
beramah-ramahan dengannya.
Rasulullah saw. bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ
لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْليِ
“Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik
perlakuannya terhadap keluarganya. Sesungguhnya aku sendiri adalah orang
yang paling baik di antara kalian dalam memperlakukan keluargaku.” (HR Ibnu Majah)
Tauladan Ketakwaan Bagi Anak
Ibnul Qoyyim menjelaskan dalam kitab Tuhfatul Maudud:
“Betapa banyak orang yang menyengsarakan anaknya, buah hatinya di
dunia dan akhirat karena ia tidak memperhatikannya, tidak mendidiknya, dan
memfasilitasi syahwat (keinginannya), sementara dia mengira telah memuliakannya
padahal dia telah merendahkannya. Dia juga mengira telah menyayanginya padahal
dia telah mendzaliminya. Maka hilanglah bagiannya pada anak itu di dunia dan
akhirat. Jika Anda amati kerusakan pada anak-anak, pada umumnya berasal
dari sisi ayah.”
Saat ini berkembang fenomena Fatherless, Fatherless atau ketiadaan ayah
hakikatnya adalah ketika ayah hanya ada secara biologis namun tidak hadir
secara psikologis di dalam jiwa anak. Fungsi ayah lambat laun menjadi
dipersempit kepada dua hal yakni: memberi nafkah dan memberi
izin untuk menikah. Sementara fungsi pengajaran atau
transfer nilai-nilai kebaikan justru hilang yang mengakibatkan anak tak
mendapatkan figur ayah dalam dirinya secara utuh.
Bila kita lihat rukun Islam. Maka hampir seluruhnya menjadikan
ayah sebagai pemeran utama dalam mendidik anak agar dapat menegakkan nya. Dari
mulai memperkenalkan syahadat dimana ayah sejak awal anak lahir maka ayah yang
membacakan adzan yang berisi kalimat tauhid tersebut.
Perkara shalat dan puasa dimana seorang ibu mungkin akan
terkendala dalam melaksanakannya karena ada periode menstruasi. Maka peran ayah
dalam memberi contoh konsistensi pelaksanaan shalat dan puasa menjadi sangat
vital.
Dalam urusan zakat, baik zakat fitrah atau zakat mal, maka seorang
ayah yang menanggung urusan zakat fitrah anggota keluarga harus dapat
memberikan tauladan bagaimana cara mengeluarkan zakat yang baik. Terlebih dalam
urusan zakat harta, dimana seorang ayah harus memberikan contoh bagaimana
menghitung nisab dan haul serta secara jujur dan penuh kerelaan dalam
mengeluarkan zakat.
Dalam urusan naik haji, pria sebagai kepala keluarga harus dapat
membuat perencanaan keuangan sehingga ibadah haji dapat dilaksanakan. Selain
itu perlunya tetap mempersiapkan keluarga agar tetap terurusi selama
ditinggalkan memerlukan peran seorang ayah.
Pengaruh ayah dalam kehidupan anak sangat lah besar. Ayah menjadi
sosok yang mengajarkan keberanian, konsistensi, kasih sayang dan kepemimpinan.
Maka keliru besar bila menyerahkan beban pendidikan dan pembentukan karakter
hanya pada ibu.
Dalam Al-Quran dialog ayah dan anak adalah dialog yang lebih
banyak dibanding dialog ibu dan anak. Perhatikanlah ayat berikut
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ
إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ
بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ
وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut,
ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah
sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan
Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa
dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (QS. Al-Baqarah : 133)
Itulah tugas ayah memastikan bahwa anak-anak nya akan tetap
menyembah Allâh SWT. Walau nyawa akan terlepas dari jasad, maka mendidik anak
agar tetap taat pada Allah dan berpegang pada keimanan tetap menjadi
tanggungannya.
Ayah dan Lingkungan Sosial
Rumah kita berada pada sebuah lingkungan yang kompleks. Pengaruh
lingkungan pada anak - anak kita jangan dianggap sepele. Maka menjadi tugas
seorang ayah untuk keluar rumah, berpartisipasi dalam kegiatan yang dapat
membentuk masyarakat yang Islami.
Allah Swt berfirman :
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا
تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus
menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah
amat keras siksaan-Nya”. (QS. Al-Anfal : 25)
Berkaitan dengan ayat ada sebuah hadits diatas diriwayatkan
oleh Imam Ahmad, bahwa:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ
الْهَاشِمِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ -يَعْنِي ابْنَ جَعْفَرٍ -أَخْبَرَنِي
عَمْرُو بْنُ أَبِي عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الْأَشْهَلِ، عَنْ حُذَيفة بْنِ الْيَمَانِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَأْمُرُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ
أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقابا مِنْ عِنْدِهِ، ثُمَّ لتَدعُنّه فَلَا يَسْتَجِيبُ
لَكُمْ"
telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah
menceritakan kepada kami Ismail (yakni Ibnu Ja'far), telah menceritakan
kepadaku Amr ibnu Abu Umar, dari Abdullalh ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari
Huzaifah ibnul Yaman, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Demi “Tuhan Yang
jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan Nya, kalian benar-benar harus
memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, atau Allah
benar-benar dalam waktu yang dekat akan mengirimkan kepada kalian suatu siksaan
dari sisi-Nya, kemudian kalian benar-benar berdoa kepada-Nya, tetapi Dia tidak
memperkenankannya bagi kalian”.
Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Abu Sa'id dari Ismail
ibnu Ja'far, dan ia mengatakan:
"أَوْ لَيَبْعَثَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ قَوْمًا ثُمَّ تَدْعُونَهُ
فَلَا يَسْتَجِيبُ لَكُمْ "
Atau Allah benar-benar akan mengirimkan suatu kaum kepada kalian,
kemudian kalian berdoa memohon pertolongan kepada-Nya, tetapi
Dia tidak memperkenankan doa kalian.
Ayat dan hadits diatas menjelaskan tentang kewajiban berdakwah.
Masyarakat yang buruk akan berpengaruh pada kehidupan keluarga dan karakter
anak. Tidak jarang kita temui anak - anak berbicara dengan bahasa kasar karena
terpengaruh oleh teman nya. Maka urgensi dakwah selain untuk memperbaiki
kondisi lingkungan masyarakat tentu akan mendukung suasana Islami yang sudah
dikondisikan dalam rumah tangga.
Penutup
Suami atau ayah yang sejati adalah yang dapat memberikan petunjuk
jalan takwa, bersama-sama dan memimpin keluarga menuju ridho Allâh SWT. Ini
bukan pekerjaan mudah. Jadilah pemimpin yang bertanggung jawab, karena setiap
kebaikan keluarga akan menambah kebaikan suami, sebaliknya keburukan keluarga
akan memberatkan suami di yaumul hisab.
Saudara mu Ilman Abu Inqiyad
No comments:
Post a Comment