Oleh : Ilman Silanas, Apt.,M.Kes
(Apoteker RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung)
Obesitas merupakan salah satu
masalah serius di Amerika Serikat. Berdasarkan data CDC, 1 dari 3 orang
dewasa mengalami kegemukan. Gregory Steinberg, profesor bidang endokrinologi
Fakultas Kedokteran Universitas McMaster, mempublikasikan penelitian terkait
hormon diduga yang berhubungan dengan obesitas, dan hormon tersebut adalah
serotonin.
Berdasarkan penelitian yang
dipublikasikan Natural Medicine (http://www.nature.com/nm/journal/v21/n2/full/nm.3766.html)
, terdapat 2 tipe serotonin. Tipe yang pertama, serotonin yang pada berefek
pada mood (perasaan) dan selera makan yang berjumlah 5 % dari total serotonin dalam tubuh, sedangkan
tipe kedua berjumlah 95 % disebut peripheral serotonin, yang berperan
dalam masalah obesitas.
Kadar Peripheral Serotonin
yang terlampau tinggi dalam darah maka akan mencegah Brown Fat[1] membakar energi dan
glukosa untuk menghasilkan panas, hal ini akan menyebabkan obesitas dan
diabetes.
Penelitian sebelumnya
menunjukkan terjadi penghambatan pembentukan peripheral serotonin saat jaringan
Brown Fat aktif. Penelitian lain menunjukkan enzim Tryprophan
hydroxylase (Tph1)[2] dihambat dan dihilangkan
pada tikus yang menjalani diet lemak secara ketat. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya peningkatan kemampuan Brown Fat dalam membakar kalori,
hingga dapat mencegah tikus dari obesitas dan komplikasinya.
Saat ini peneliti berupaya untuk
menemukan obat yang dapat menghambat kerja enzim Tph1 yang akan menekan jumlah peripheral serotonin
dalam darah sehingga dapat mencegah obesitas. Steinberg mencatat bahwa pencegahan
produksi peripheral serotonin tidak akan mempengaruhi kerja pada
serotonin pada otak, tidak seperti obat pelangsing yang mencegah nafsu makan dengan mengubah kadar
serotonin, yang malah menyebabkan depresi dan bunuh diri.
No comments:
Post a Comment